Pages

Sabtu, 04 Mei 2013

Pengertian Pengembangan Organisasi



Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian.
Alasan akan pentingnya pengembangan Organisasi
Perubahan adalah pertanda kehidupan
Perubahan memberikan harapan
Pengembangan merupakan tanggapan atas perubahan
Pengembangan merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan hal baru

Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, perkembangan dunia disibukkan oleh adanya proses pencarian keadilan lebih lanjut. Salah seorang pemikir yang menelurkan pemikiran mengenai pencarian keadilan adalah Karl Marx. Marx melahirkan sebuah doktrin Marxisme yang ingin menciptakan suatu masyarakat tanpa kelas. Dasar pemikirannya adalah untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih adil dimana kelas-kelas yang sebelumnya diisi oleh pertentangan terutamanya antara kelas borjuis dan kelas proletar bisa dihilangkan dengan menciptakan suatu kondisi tanpa kelas. Pandangan inilah yang mengilhami banyak pemikir di kalangan negara-negara Dunia Ketiga (Asia, Afrika, dan Amerika Latin) mengenai kesenjangan yang mereka hadapi dengan negara-negara bekas penjajah mereka.

Untuk itu, walaupun tidak semua pemikir Dunia Ketiga setuju untuk mengilhami pemikiran Marx, pemikir ini sebenarnya tetap menggunakan core dari pemikiran Marx. Untuk lebih memperjelas pendalaman mereka terhadap bentuk-bentuk ketidakadilan, mereka melihatnya dalam hubungan-hubungan langsung antarnegara yang banyak terangkum dalam hubungan-hubungan di dalam organisasi internasional. Ketergantungan merupakan salah satu bentuk yang dianggap oleh banyak pemikir sebagai sumber dari ketidakadilan, dan oleh karenanya dalam menganalisis hal ini, Yosh Tandon (1978:377) mengemukakan dua perspektif berbeda dari negara-negara Dunia Ketiga mengenai pentingnya organisasi internasional. Pertama, kaum revolutionaries, yaitu negara-negara yang menganggap hubungan yang terjalin dalam organisasi internasional adalah bentuk penjajahan murni, bentuk pengemukakan ketidakadilan yang nyata, sehingga mereka cenderung untuk tidak terlibat langsung dalam organisasi internasional. Dicontohkan dalam hal ini, Palestinian Liberation Organization (PLO) yang ternyata malah menjadi tergantung kepada Liga Arab bagi sumber finansialnya daripada untuk memandirikan mereka, dan inilah yang sering dikemukakan oleh negara-negara revolutionaries seperti Cina dan Vietnam yang tidak ingin terlibat dalam organisasi internasional sampai mereka menjadi negara kuat terlebih dahulu. Kedua, kaum reformism yang memandang penggunaan organisasi internasional justru akan mengurangi ketergantungan mereka, terutama terhadap negara-negara maju. Munculnya pemikiran semacam pemikiran Marx di negara-negara Dunia Ketiga juga tidak terlepas dari penelitian-penelitian mereka mengenai dependencia dan developmentalist. Seperti yang kita ketahui bersama, negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara bekas jajahan yang dapat dikatakan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan sistem internasional saat itu. Ketertinggalan menyebabkan negara-negara Dunia Ketiga amat membutuhkan pembangunan dan kerjasama yang banyak dituangkan di organisasi internasional. Padahal, sistem internasional yang ada pada saat itu banyak melahirkan bentuk-bentuk penjajahan baru dengan lebih banyak mengorbankan negara-negara Dunia Ketiga. Inilah yang kemudian menimbulkan pemikiran mencari bagaimana bentuk kerjasama internasional yang lebih adil di dalam negara-negara Dunia Ketiga itu sendiri.

Dalam perkembangannya, dunia internasional ternyata membutuhkan lebih lanjut sosok pemikiran mengenai kerjasama internasional yang mampu mengatasi persoalan yang lebih rumit dan luas. Kita mungkin banyak menyadari bahwa kita ternyata hidup di dunia yang satu, dunia yang sama. Permasalahan-permasalahan yang ada bukanlah lagi merupakan permasalahan lokal, permasalahan negara itu saja. Namun, permasalahan yang ada adalah permasalahan bersama, permasalahan global, seperti Richard Sterling contohkan yaitu permasalahan nuklir, ledakan penduduk, polusi udara, revolusi komunikasi, kemakmuran bersama, dan kemiskinan global. Untuk itu pula, kita juga membutuhkan solusi global dan pada saat yang bersamaan, munculah pandangan baru bernama Globalist.

Pandangan Globalis adalah memandang permasalahan yang ada dari sudut pandang dunia. Pandangan ini, tidak seperti Fungsionalis ataupun Marxist, memandang segala sesuatunya dari dunia, tempat dimana seluruh bagian dari sistem itu bekerja. Penekanan lebih lanjutnya adalah tercermin dalam berbagai organisasi internasional yang memperjuangkan paham ini, yaitu untuk mempertahankan keberlangsungan dunia, termasuk di dalamnya makhluk hidup yang menghuninya terutama manusia, dengan berbagai fungsi-fungsi bagiannya yang lebih luas dan lebih efisien. Pemikir lainnya, John Burton mengatakan bahwa jika memasukkan terminologi masyarakat dunia dalam hubungan internasional yang ada selama ini, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih luas, dimana di dalamnya akan terdapat banyak solusi untuk permasalahan peradaban manusia yang tentunya juga masih sangat relevan dengan kepentingan nasional masing-masing negara. Sterling kemudian menyarankan untuk membentuk suatu institusi semacam organisasi internasional yang dikemas dalam perspektif global yang nantinya akan banyak memberikan jawaban-jawaban terhadap permasalahan global. Barbara Ward dan Rene Dubos dalam bukunya Only One Earth: The Care and Maintenance of a Small Planet pun juga mengatakan pentingnya pemecahan masalah bersama secara global yang harus dilakukan segera karena permasalahan itu terlihat sangat kompleks dan mengancam kedudukan kita sebagai umat manusia daripada hanya membahas masalah dari aspek kedaulatan negara semata, dan akan lebih baik lagi jika justru pemerintah dari masing-masing negara mendiskusikan permasalahan ini secara bersama, mungkin melalui semacam organisasi internasional.
Seperti yang dikemukakan di atas, ketidakadilan telah mengemuka di pergulatan dunia sejak dahulu kala. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pemikir yang memberikan solusi bagi penyelesaian masalah ketidakadilan tersebut. Pemikir yang mulai menampakkan inti dari ketidakadilan tersebut mungkin saja dimulai dari pemikiran seseorang bernama Karl Marx dengan langsung menyinggung permasalahan antarkelas, bukan lagi antaraktor yang terlalu luas seperti antara individu dan negara, walaupun Marx pernah mengakui bahwa pemikirannya bukanlah berasal dari dirinya seorang. Dalam hubungan internasional, banyak sekali dijumpai ketimpangan, dan dalam ekspresi lebih lanjut mengenai hubungan internasional yang dituangkan dalam organisasi internasional, maka pemikiran Marx juga masih relevan untuk digunakan. Marx adalah sosok yang ingin menciptakan suatu kondisi tanpa kelas, sehingga pemikirannya juga dapat disebut sebagai pemikiran Strukturalis karena kondisi tanpa kelas merupaka struktur yang ingin diciptakan oleh Marx.

Samuel P. Huntington dalam bukunya mengatakan bahwa Perang Dingin membawa tatanan dunia internasional ke dalam tatanan yang lebih teratur dimana hanya terdapat dua ideologi besar yang menguasai dunia pada saat itu. Pada saat itu, sisi pertama diwakili Barat dengan ideologi liberal dan Soviet dengan ideologi komunisnya dimana negara-negara yang menjadi center dari kedua ideologi tersebut dianggap sebagai negara inti. Selain negara inti, terdapat pula negara-negara tepi yang merupakan tarikan dari negara-negara inti tersebut. Sistem dualisme ini belum begitu kentara memperlihatkan kesenjangan yang ada pada saat itu, walaupun pasti tetap saja terdapat ketimpangan itu. Setelah Soviet ambruk, dan dengan ambruknya Soviet yang membuktikan kerapuhan tatanan internasional pada saat itu karena selain tidak adil juga tidak mampu memberikan kemakmuran, mulai bermunculan negara-negara kuat baru dengan core-pheriperal-nya sendiri, maka tatanan internasional dunia semakin menjadi lebih kompleks dan heterogen. Dapat kita lihat sekarang, di dalam sebuah organisasi internasional terbesar, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terjadi begitu hebat tarik-menarik kepentingan antarnegara dan mungkin saja menyebabkan PBB mulai tidak dapat lagi menjalankan perannya sebagai penjaga perdamaian. Dalam judul yang berbeda, namun masih dalam satu buku ciptaannya, Huntington juga menyinggung adanya universalism Barat yang berusaha untuk menyebarkan doktrin ajarannya, paling tidak di dua peradaban besar lainnya, Islam dan Cina, seperti doktrin mengenai pasar bebas, pemerintahan yang terbatas, menjunjung tinggi hak asasi manusia, individualisme, peran hukum, dan pengejewantahan itu sema dalam institusi. Ini bisa saja menyebabkan terjadinya crash peradaban yang akan semakin memperburuk hubungan internasional dan mungkin akan menyebabkan terjadinya perang selanjutnya yang dibahas dalam judul lainnya oleh Huntington dalam bukunya yang sama.

Untuk sementara kita meninggalkan pemikiran Huntington, dan melesat jauh menuju kekeadaan dunia sekarang yang bergerak lebih cepat akibat adanya globalisasi. Dalam artikelnya, Robert O. Koohare dan Joseph S. Nye, Jr. merumuskan bahwa para modernis berkata perkembangan informasi akan mengubah dominasi negara dalam politik dunia sejak jaman feodal ke aktor internasional lainnya seperti multinasional corporation ataupun transnational social movements ataupun organisasi internasional dikarenakan masyarakat suatu tempat menjadi lebih mudah dalam berintegrasi dengan masyarakat di daerah lain dan cepat dalam mengetahui suatu informasi sehingga dapat dikatakan kita sedang berada dalam suatu tempat dengan jarak yang teramat dekat atau disebut global village. Hal ini akan memberikan dampak dalam tatanan internasional dimana hubungan tidak lagi didominasi oleh aktor negara saja dan mungkin saja akan membentuk suatu tatanan masyarakat global yang menurut Chris Brown berarti suatu masyarakat yang memiliki common interest dan common identity untuk menciptakan kesejahteraan bersama, solidaritas, dan hubungan yang baik yang melingkupi semua umat manusia. Untuk itu semua, dibutuhkan suatu wadah yang dapat digunakan secara bersama. Untuk yang satu ini, kembali dalam pemikirannya Koogare dan Nye, terdapat suatu pemikiran tradisionalis yang menganggap bahwa peran negara masih sangat dibutuhkan walaupun peran aktor internasional lainnya memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi wadah terbentuknya suatu masyarakat global karena ternyata negara masih menjadi faktor pendorong penting. Dapat dilihat dalam perkembangan era globalisasi sekarang, walaupun sebagai contoh, pengguna internet di seluruh dunia mengalami peningkatan cukup tajam hingga mencapai sekitar satu milyar orang pada tahun 2005, pengguna internet ternyata masih hanya mencapai seperenam dari total seluruh penduduk dunia, terlebih lagi jika kita menggunakan indikator globalisasi lainnya seperti pemakai telepon, dsb.

Salah satu organisasi internasional di kawasan yang cukup dekat dengan Indonesia adalah Association of South East Asian Nations atau ASEAN. ASEAN selama ini dikenal sebagai suatu organisasi yang dekat dengan penciptaan ide nsuatu masyarakat global di kawasan. Untuk itu, melalui sebuah buku karangan Rudolfo C. Severino,7 kita dapat melihat tujuan dari pembentukkan ASEAN untuk memperkuat kerjasama regional di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat lebih memperkuat ketahanan nasional masing-masing negara anggota sehungga akhirnya dapat memberikan dampak positif bagi ketahanan regional.


sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar