Hadirnya dunia usaha sangat diharapkan untuk dapat turut berpartisipasi
secara langsung dalam mengembangkan perekonomian nasional, agar dapat mencapai
tujuan nasional. Sebagaimana diketahui untuk dapat mewujudkan masyarakat adil
dan makmur baik dari segi materiil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, diperlukan adanya pertumbuhan perekonomian yang
sangat baik. Oleh karena itu dukungan dari berbagai bidang sangatlah diperlukan
salah satunya adalah di bidang perbankan, karena fungsi utama perbankan adalah
menghimpun dana dari masyarakat, dengan harapan dapat memperbaiki tingkat
kahidupan ekonomi rakyat banyak ke arah tingkat kehidupan ekonomi yang lebih
baik. Namun demikian pelaksanaan pembangunan ekonomi harus tetap memperhatikan
dan menjaga stabilitas. Keberadaan perbankan di Indonesia semakin banyak, hal
itu ditandai dengan hadirnya bank-bank baru tumbuh dan berkembang, dana yang
berhasil dihimpun dari masyarakat pun merupakan catatan keberhasilan perbankan.
Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh suatu bank merupakan pencerminan dari
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank.Semakin banyak dana yang
dihimpun berarti merupakan suatu indikasi bagi bank, bahwa bank yang
bersangkutan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Bisnis perbankan merupakan
bisnis kepercayaan, oleh karena itu pengelolaan yang hati-hati sangat
diperlukan karena dana dari masyarakat dipercayakan kepadanya.
Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian, dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus
demi kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana.
Sebagai lembaga keuangan, bank yang merupakan tempat masyarakat menyimpan
dananya dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali
pada waktunya dan disertai dengan bunga, yang dimaksud di sini bahwa suatu bank
sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut. semakin tinggi
kepercayaan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk
menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa lain dari bank.
Selain sebagai tempat menyimpan uang, bank juga berfungsi salah satu media
dalam melakukan transaksi perdagangan. Pada dasarnya, perdagangan sudah lama
dikenal di muka bumi ini, baik perdagangan satu pulau, antar pulau atau antar
Negara. Kita mengetahui bahwa setiap perdagangan akan berujung pada pengiriman
barang ke tempat tujuan pembeli dan pada akhirnya akan melibatkan pembayaran pada
pihak penjual. Pengiriman barang dapat dilakukan melalui darat, laut maupun
udara, tergantung jarak, waktu maupun biaya yang akan dikeluarkan. Bagi
perdagangan dalam skala kecil baik nominal rupiah atau kuantitas antara
pembayaran dan pengiriman barang tidak terlalu jadi masalah. Akan tetapi jika
sudah dalam jumlah besar barulah masalah pengiriman dan pembayaran
dipermasalahkan.
Permasalahan yang muncul biasanya disamping masalah pengiriman barang
adalah dalam hal pembayaran. Bagi pengirim atau penjual barang harus terlebih
dahulu ada jaminan pembayaran terhadap barang yang dijualnya. Tanpa jaminan
dari pihak pembeli tidak mungkin penjual berani melepas barang dagangannya.
Begitu pula bagi pihak pembeli perlu ada jaminan untuk memperoleh barang dengan
disertai jumlah dan kualitas yang diinginkannya. Bagi mereka yang berdagang
masih dalam satu pulau atau masih dalam satu negara hal ini mungkin tidak
menjadi masalah serius. Tetapi bagi mereka yang dibatasi oleh jarak yang jauh
dan waktu yang lama, apalagi antar negara jelas masalah pengiriman barang dan
pembayaran akan menjadi masalah besar.
Pada masa sekarang hampir semua negara saling
mengadakan hubungan dagang untuk menunjang pembangunan ekonominya. Globalisasi
dan liberalisasi ekonomi jelas akan sangat meningkatkan bisnis internasional.
Peningkatan bisnis internasional, pasti pula akan meningkatkan intensitas lalu
lintas pembayaran ekspor impor antar negara di dunia di abad ke-21 mendatang.
Kegiatan perdagangan tersebut dapat terbagi menjadi dua, yaitu: a) kegiatan
menjual barang (ekspor); dan b) kegiatan membeli hasil produksi negara lain
(impor). Dari setiap kegiatan tersebut pada dasarnya ada 2 pihak yang berperan,
yaitu pihak eksportir dan pihak importir. Perlu diingat dalam kegiatan ini,
kedua belah pihak terpisah satu sama lain baik secara geografis maupun oleh
batas kenegaraan yang dapat dipastikan akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran bila pihak pembeli tidak memiliki devisa (alat pembayaran yang
diterima dalam lalu lintas pembayaran internasional atau suatu mata uang
internasional) Untuk menjembatani keinginan, baik pihak pembeli (importir)
maupun pihak penjual (eksportir) maka perlu digunakan sarana pembayaran yang
saling menguntungkan. Sarana pembayaran ini akan menjamin pembayaran yang
diinginkan penjual dengan mengirim barangnya. Jaminan diberikan pula kepada
pihak pembeli bahwa akan menerima jumlah dan kualitas barang yang diinginkan.
Sarana pembayaran semacam ini dibuat melalui jaminan bank sebagai lembaga
pembayar yang dikenal dengan nama Letter
of Credit atau L/C. Pengertian
Letter of Credit (L/C) adalah jasa bank yang diberikan kepada masyarakat
untuk memperlancar pelayanan arus barang, baik arus barang dalam negeri (antar
pulau) atau arus barang ke luar negeri (ekspor-impor). Kegunaan Letter of Credit adalah untuk
menampung dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari pihak pembeli (importir)
maupun penjual (atau eksportir) dalam transaksi perdagangannya. Penggunaan L/C
ini sejak Perang Dunia I sampai sekarang masih terus dipertahankan dan digunakan
sebagai instrumen yang tradisional dalam transaksi-transaksi perdagangan luar
negeri. Faktor-faktor yang menjadi dasar terus berkembangnya penggunaan L/C
tersebut antara lain adalah adanya pengekangan/pengawasan devisa di beberapa
negara, ketidakpastian situasi perekonomian dan diperlukannya suatu cara bagi
eksportir untuk melancarkan pembayaran barang-barang ekspornya. Walaupun ada
perbedaan-perbedaan bahasa, adat kebiasaan dan prosedur, tetapi L/C tidak
mengenal perbedaan-perbedaan itu. Dengan kata lain L/C menjamin kelancaran
pembayaran dan pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat
antara eksportir dengan importir melalui itikad baik kedua belah pihak. Bisnis
ekspor-impor sering juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat-surat
berharga, sebab realisasi suatu transaksi pada umumnya diwakili oleh
dokumen-dokumen pengapalan seperti
bill of lading, faktur perdagangan, draft, polis asuransi, dan
lain-lain. Dalam hal ini fungsi Letter
of Credit adalah sebagai salah satu dokumen yang menempati kedudukan
yang strategis, sebagai “sarana penghimpun” bagi dokumen-dokumen pengapalan
lainnya. Dengan demikian Letter of
Credit berfungsi pula sebagai suatu sarana untuk melakukan penelitian,
pemeriksaaan serta kelengkapan dari dokumen pengapalan. Selain sebagai sistem
pembayaran yang paling aman dipandang dari sudut kepentingan eksportir dan
importir, Letter of Credit yang
secara prinsip menganut Uniform
Customs and Practice for Documentary Credit (UCP 500) adalah suatu
sarana yang paling efektif, yang ditawarkan oleh bankbank devisa, dalam
penyelesaian pembayaran transaksi bisnis internasional. Walaupun demikian
risiko dalam transaksi L/C dapat saja timbul bilamana negosiasi tidak mematuhi
norma dan ketentuan internasional tersebut. Umumnya risiko disebabkan adanya
penyimpangan, sehingga berdampak bagi
opening bank maupun bagi
advising bank dengan tidak dapat menerima pembayaran atau keterlambatan
pembayaran dari mitra bisnisnya di luar negeri. Perbedaan manajemen, tata
hubungan individu, dan kebijakan treasury memiliki pengaruh signifikan terhadap
negosiasi L/C yang dapat dijadikan faktor utama mengukur besar kecilnya risiko
(Bisnis Indonesia, 5 Nopember 2003). Mencuatnya kasus L/C fiktif di PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki potential loss setara Rp1,7
triliun menarik perhatian publik, mengingat reputasi bank BUMN ini cukup
bonafid. Persoalannya bukan saja kerugian bank itu, tetapi pada level dalam negeri ada pengaruh
psikologis masyarakat yang sedikit banyak dapat mengganggu kepercayaan publik
pada lembaga perbankan. Pada level
dunia internasional, pelaku bisnis luar negeri akan berpikir dua kali bila akan
berhubungan bisnis melalui L/C dengan mitra bisnisnya di Indonesia. Menurut
data Kepolisian, kasus itu diduga melibatkan sedikitnya tujuh perusahaan swasta
yang bergerak di bidang ekspor pasir ke negara di Afrika. Peristiwanya
berlangsung mulus selama kurun waktu lebih dari setahun (Juli 2002 hingga
Agustus 2003). Pengawasan internal Bank Negara Indonesia (Bank BNI) tak
berjalan. Sistem pengawasan Bank Indonesia (BI) juga ternyata tumpul. Lembaga
yang berkewajiban mengawasi perbankan ini baru bisa mengendus tatkala api telah
berkobar ke berbagai penjuru. Akal sehat kian tak punya tempat di negeri ini.
Para analis perbankan saja tak habis mengerti bagaimana mungkin Bank Negara
Indonesia bisa kebobolan Rp 1,7 triliun lewat ratusan transaksi sejenis, dengan
modus surat kredit (Letter of Credit
atau L/C) fiktif. Sungguh skandal L/C fiktif Bank BNI sangat mengusik rasa
keadilan masyarakat. Betapa mudahnya segelintir pengusaha jahat meraup dana
triliunan rupiah dari perbankan tanpa usaha yang jelas. Dana itu tak ditanamkan
untuk membangun pabrik sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Mereka cuma
mengakal-akali sejumlah dokumen, memalsukan dan memanipulasinya. Seolah-olah
mereka telah mengekspor barang hingga ke Afrika, padahal ekspor bodong semata.
Terjadinya kasus L/C fiktif BNI telah membuka masyarakat bahwa Letter of Credit sebagai satu sarana
yang banyak dipakai dalam memperlancar transaksi perdagangan internasional
sangat perlu dipelajari secara mendalam oleh semua yang terlibat dalam
perdagangan internasional. Dalam era globalisasi kelak, dapat diyakini bahwa
peranan Letter of Credit sebagai
sarana pembayaran internasional, bukannya akan berkurang, malah akan memegang
peranan yang lebih penting. L/C memegang peranan penting dalam perdagangan
internasional dan akan terus merupakan instrumen yang paling ampuh dalam
jasajasa perbankan.
Sumber : http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=206&Itemid=206