Pages

Senin, 05 Mei 2014

Kewarganegaraan ganda



> Kewarganegaraan Ganda Untuk Anak

Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 mengenai Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 41 mengenai Tata Cara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI dan Pasal 42 mengenai Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI, yang dimaksud dengan anak adalah anak yang lahir sebelum Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 diundangkan dan belum berusia 18 tahun atau belum kawin.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI menggantikan Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama, yakni Undang-Undang No. 62 Tahun 1958. Hal ini dimaksud untuk tetap memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan campur antara WNI dengan WNA atau anak-anak yang karena tempat kelahirannya mendapatkan kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya.

Penerapan Pasal 41 merupakan bentuk perubahan asas yang diterapkan dari Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 yang secara murni menganut asas Ius Songuinis, dimana penentuan status kewarganegaraan ditarik dari garis keturunan ayah.

Ketentuan ini dirasa tidak memberikan perlindungan bagi anak-anak yang lahir dari perkawinan campur antara Ibu yang berkewarganegaraan Indonesia dengan Ayahnya yang berkewarganegaraan asing.
Dengan diterapkannya pasal 41, maka anak yang menjadi subyek pasal tersebut dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan mengajukan permohonan.

Subyek Pasal 41 adalah anak-anak yang termasuk dalam ketentuan Pasal 4, yaitu :

*   Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNI dengan Ibu WNA (Pasal 4 huruf c).
             *    Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNA dengan Ibu WNI (Pasal 4 huruf d).
      *      Lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang Ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin (Pasal 4 huruf h).
          *   Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan (Pasal 4 huruf l).

>Penerapan Asas Kewarganegaraan
Ganda Terbatas

Prinsip utama penerapan asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah untuk memberikan perlindungan yang maksimal/sebaik-baiknya bagi anak yang karena latar belakang perkawinan orang tuanya maupun karena tempat kelahiran anak tersebut selain berstatus WNI juga memperoleh status WNA. Di sisi lain, bahwa secara hukum anak tersebut dianggap belum cukup dewasa untuk menentukan status kewarganegaraanya sendiri (usia belum mencapai 18 tahun atau belum kawin).

Penerapan kewarganegaraan ganda terbatas, anak tidak secara otomatis menjadi WNA sebagai akibat latar belakang perkawinan orang tuanya maaupun tempat kelahirannya.
Setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin diwajibkan anak tersebut untuk menentukan pilihan kewarganegaraannya karena UU No. 12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda.
Jika anak yang bersangkutan memilih kewarganegaraan Indonesia, dengan demikian status kewarganegaraannya adalah tunggal, yaitu kewarganegaraan Indonesia.
  • Tidak ada perubahan atas status/hak-hak kewarganegaraan Indonesianya, termasuk masa berlaku paspor.
Jika anak yang bersangkutan tidak secara aktif melakukan pilihan maka anak tersebut memenuhi syarat sebagai WNI yang kehilangan kewarganegaraannya. Dengan demikian, status kewarganegaraan Indonesia yang bersangkutan menjadi gugur/hilang sehingga statusnya menjadi WNA.

>  Permohonan Kewarganegaraan Ganda Terbatas
untuk Anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006

Anak Yang Lahir Pada Atau Sesudah tanggal 1 Agustus 2006  :
  • Anak yang lahir pada atau sesudah tanggal 1 Agustus 2006 secara otomatis menjadi warga negara Indonesia, secara keimigrasian anak tersebut dapat memperoleh Paspor RI. Namun demikian anak tersebut tetap harus didaftarkan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ottawa.
       Tata Cara Pendaftarannya sebagai berikut
  • Mengisi formulir permohonan Paspor RI yang dapat di unduh di website KBRI Ottawa.
  • Membawa Kutipan Akte Kelahiran Anak yang telah disahkan oleh lembaga terkait di Kanada (certified true copy) yang akan disimpan dalam database KBRI Ottawa.
  • Membawa Kutipan Akte Perkawinan / Buku Nikah orang tua beserta fotokopinya (jika untuk anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan campur).
  • Membawa Paspor asing anak (jika sudah punya paspor asing) beserta fotokopinya.
  • Membawa Paspor orang tua anak yang masih berlaku beserta fotokopinya.
  • Membawa serta 2 lembar foto digital anak  (Passport Size).
  • Secara keimigrasian anak tersebut dapat memperoleh Paspor RI dengan biaya pembuatan Paspor sebesar CAD $ 30.00.

Fasilitas Keimigrasian

Anak yang hanya memegang paspor asing dan sudah memperoleh keterangan secara affidavit untuk mendapatkan fasilitas keimigrasian, pada saat masuk ke Indonesia dibebaskan dari kewajiban memiliki visa, izin keimigrasian dan izin masuk kembali.

Anak yang mempunyai paspor RI dan paspor asing, apabila melakukan perjalanan keluar / masuk wilayah Indonesia wajib menggunakan satu paspor yang sama.
















sumber :

ü  http://consular.indonesia-ottawa.org/indonesia-citizens/kewarganegaraan/informasi-kewarganegaraan/kewarganegaraan-ganda-untuk-anak/


PERUBAHAN KEWARGANEGARAAN


  1. Pencatatan Perubahan Kewarganegaraan
Perubahan Kewarganegaraan adalah penetapan hukum dari instansi yang berwenang untuk memberikan persetujuan pemberian kewarganegaraan yang berbeda dengan kewarganegaraan sebelumnya. Adapun Pencatatan Perubahan Kewarganegaraan adalah keseluruhan proses pelaporan kegiatan yang meliputi permohonan, penelitian berkas dan persyaratan yang diperlakukan. Selain itu juga melakukan proses pencatatan pinggir pada Akta Kelahiran atau Akte Perkawinan terhadap orang telah melakukan perubahan pewarganegaraan, baik dari WNA (Warga Negara Asing) menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) ataupun dari WNI menjadi WNA. Sedangkan yang dimaksud Kehilangan kewarganegaraan adalah jika seorang WNI yang berada di dalam negeri atau di luar negeri menyatakan keinginannya, atas kemauan sendiri, untuk menjadi warganegara asing dan melepas status warganegara Indonesianya. Adapun Naturalisasi adalah proses perubahan pewarganegaraan bagi WNA yang ingin menjadi WNI. 


  2 . Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan
Perubahan status kewarganegaraan bisa terjadi dalam dua hal, yaitu WNI berubah menjadi WNA, atau WNA berubah menjadi WNI. Jika WNI berubah menjadi WNA, maka yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraannya. Hal itu bisa disebabkan oleh karena yang bersangkutan memperoleh Kewarganegaraan Negara lain; Tidak menolak/melepas Kewarganegaraan lain; Hilang; Masuk Dinas Tentang Asing; Masuk Dinas Negara Asing; Janji/Setia Kepada Negara Asing; Ikut Pemilu Negara Asing; Memiliki Paspor Negara Asing; atau Tinggal di Luar Negeri lebih dari 5 Tahun. Jika WNA berubah menjadi WNI, maka statusnya adalah Perolehan Kewarganegaraan. Hal ini bisa melalui Pewarganegaraan (Naturalisasi); atau karena yang bersangkutan dianggap Orang Asing yang berjasa pada bangsa dan Negara Indonesia. Perolehan Kewarganegaraan juga bisa melalui Pengangkatan Anak Asing; Perkawinan; atau karena orang tuanya memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam penyelenggaraan perubahan status kewarganegaraan, proses perubahan status kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI berada dibawah wewenang Departemen Hukum dan HAM. Sedangkan dari WNI menjadi WNA dibawah kewenangan pemerintah Negara Asing yang bersangkutan.

Adapun proses Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan dibawah kewenangan Direktorat Pencatatan Sipil, Ditjen Adminduk, Kemendagri dan Dinas/Kantor Pencatatan Sipil Pemerintah di masing-masing Kabupaten/Kota tempat yang bersangkutan akan berdomisili. Fungsi pencatatan perubahan kewarganegaraan pada intinya adalah menjamin seseorang tersebut terlindung secara hukum. Penduduk yang berubah status warganegara memperoleh serta dilindungi hak dan kewajiban hukumnya sebagai Warga Negara. Secara teknis, Pencatatan perubahan kewarganegaraan juga menghindarkan dan mencegah penduduk memiliki kewarganegaraan dan dokumen kependudukan ganda. Lebih lanjut, dengan demikian menghindari terjadinya penyalahgunaan kepemilikan kewarganegaraan dan dokumen kependudukan ganda.
 Dari segi teknis, Pencatatan perubahan kewarganegaraan juga memudahkan pendataan dan pengawasan penduduk, khususnya warganegara asing di Indonesia. Pencatatan perubahan kewarganegaraan juga berfungsi mengamankan data dan dokumen pencatatan perubahan kewarganegaraan, serta mendukung terciptanya tertib administrasi catatan sipil dan tertib administrasi kependudukan.

 3 Teknis dan Prosedur

Pencatatan kehilangan status kewarganegaraan Republik Indonesia dilakukan dalam bentuk pemberian catatan pinggir pada akte kelahiran, serta pencabutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), bagi penduduk yang berubah status kewarganegaraan dari WNI menjadi WNA. Kewenangan tersebut ada ditangan Pejabat yang berwenang melakukan Pencatatan Sipil. Sedangkan Pencatatan perolehan status kewarganegaraan Republik Indonesia dilakukan dalam bentuk pelepasan kewarganegaraan WNA oleh Negara yang bersangkutan, dan pencatatan administrasi kependudukan (pemberian KTP & Kartu Keluarga) serta hak-hak sebagai WNI, bagi penduduk yang berubah status kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI. Kewenangan tersebut ada ditangan Pejabat yang berwenang melakukan Pencatatan Sipil.

Prosedur pelaporan pencatatan perubahan kewarganegaraan dilakukan berdasarkan laporan instansi terkait maupun dari penduduk yang telah berubah status kewarganegaraan dari WNA ke WNI maupun dari WNI ke WNA, dan telah mempunyai keputusan/penetapan perubahan status kewarganegaraan dari instansi yang berwenang. Sedangkan kewajiban Penduduk yang melakukan perubahan status Kewarganegaraan, dalam hal perubahan dari WNI menjadi WNA, maka dengan bukti Ketetapan Pemerintah Negara Asing tentang Perubahan Status Kewarganegaraan yang bersangkutan dari WNI ke WNA, wajib segara malapor ke Dinas/Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota yang menangani Pencatatan Sipil atau Perwakilan RI di Negara  Asing yang bersangkutan. Perubahan dari WNA menjadi WNI dengan bukti Kepres tentang Perubahan Status Kewarganegaraan dari WNA ke WNI dan Berita Acara Sumpah, wajib segera malapor ke Dinas/Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota yang manangani Pencatatan Sipil.


4. Masalah-masalah dalam Pencatatan Pewarganegaraan
Masalah-masalah dibawah ini hanyalah beberapa hal yang paling banyak ditemui di lapangan. Misalnya, seorang telah mengubah status Kewarganegaraannya dari WNI ke WNA, tetapi yang bersangkutan masih mempergunakan identitas kependudukannya sebagai WNI. Ada lagi penduduk yang melakukan perubahan kewarganegaraan dari WNI menjadi WNA atau sebaliknya, namun banyak yang belum melaporkan perubahan status kewarganegaraannya kepada instansi Pencatatan Sipil/terkait, sehingga tidak mendukung tertib administrasi kependudukan dan berpeluang mempunyai kewarganegaraan ganda. Lain hal lagi, seorang anak yang lahir dari Ayah WNAdan Ibu WNI tetapi di Akte Kelahiran si anak masih tetap tertulis WNA. Ada masalah yang agak besar, yaitu belum adanya keseragaman teknis dalam pembuatan catatan pinggir pada akte register dan kutipan akte tentang perubahan status kewarganegaraan oleh instansi penyelenggaraan pencatatan sipil. Hal ini ditambah lagi karena belum semua Pemerintah Kabupaten/Kota telah menyelenggarakan pelayanan pencatatan perubahan kewarganegaraan. Masalah yang paling penting diselesaikan adalah masih kurangnya koordinasi antar instansi Pemerintah yang terkait dengan proses perubahan dan pencatatan perubahan status kewarganegaraan, baik di Pusat maupun di Daerah.










sumber :

ü  http://www.kemendagri.go.id/article/2013/07/22/tentang-pencatatan-perubahan-kewarganegaraan

KERUKUNAN WARGA NEGARA



Kerukunan Warga Negara
A. Pengertian Rukun

Kerukunan berasal dari kata rukun berarti baik dan damai, tidak
bertengkar. Kerukunan bermakna rasa damai dan baik serta tidak ada
pertengkaran. Kerukunan merupakan suatu keamanan untuk hidup bersama,
berdampingan serta damain dan tertib. Dengan demikian dalam masyarakat
tercipta suasana kedamaian, ketertiban, dan ketentraman tanpa ada pertikan
dan pertengkaran.
Rukun dalam bahasa Arab berarti asas atau hukum dasar. Jadi rukun
dapat diartikan sebagai hidup yang konsisten dalam menjalankan ajaran
agamanya (norma-norma yang berlaku). Dengan demikian kerukunan lahir
secara sadar dikehendaki oleh setiap orang tanpa ada paksaan atau motifmotif
tertentu.


B. Landasan dan Sumber Formal Kerukunan
1. Landasan Kerukunan

a. Landasan Ideal Pancasila

Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber
Tertib hukum bagi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Landasan kerukunan bersumber pada nilai norma-norma Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang menjiwai sila-sila lainnya.

b. Landasan Konstitusional

1) Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa”
2) Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”

c. Landasan Operasional GBHN

Yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999, tentang GBHN 1999-2004 babIV arah kebijakan sub.d.agama yaitu peningkatan pengamalan ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
kehidupan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berakhlak
mulia, toleren, rukun dan damai.
2. Sumber Formal Kerukunan :

a. Menurut ajaran Agama Islam
Terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Kafirun ayat 1-6 dan dalam Surat
Ali Imraan ayat 103
b. Menurut ajaran Agama Hindu
Terdapat dalam Ath.XII.1.45 dan Yayur Weda 26.7
c. Menurut ajaran Agama Budha
Terdapat dalam Khudaka Nikaya, Caritiyotaka 33/395 dan
Dhammapada 194.
d. Menurut ajaran Agama Kristiani (Protestan dan Khatolik)
Terdapat dalam Roma 14.19 dan 1 Korintus 1:10
e. Menurut Kebudayaan
Kebudayaan bisa dikatakan sebagai hasil budidaya kekuatan akal
manusia yang dilakukan secara sadar, baik berupa cipta, rasa, karsa.
Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan
keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur
oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Kebudayaan dibentuk baik materiil maupun spiritual. Nilai
kebudayaan terkait erat dengan budaya dimana nilai keagamaan
memberi warna budaya bangsa.


C. Tugas dan Tanggung Jawab Warga Negara dalam membina Kerukunan

1. Sebagai Umat Beragama
Ada Tri kerukunan, yaitu :
a. Kerukunan antar umat beragama
b. Kerukunan Intern umat seagama
c. Kerukunan antar sesama umat beragama dengan pemerintah

2. Sebagai Anggota Masyarakat dan Negara
a. Menghayati dan mengamalkan Pancasila
b. Menjunjung tinggi konstitusi negara
c. Membina ketertiban dan ketahanan nasional
d. Patuh dan tertib dalam kehidupan umum
e. Mengutamakan musyawarah dan mufakat
f. Rela berkorban dan berjiwa sosial


D. Pentingnya insan agamis dalam membina kerukunan

Insan agamis adalah insan (manusia) yang hidup dan kehidupannya
berdasarkan pada norma-norma atau ajaran agama. Ciri-cirinya yaitu peri
kehidupannya selalu bernafaskan agama, baik dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa maupun dengan manusia. Dengan demikian segala
perbuatannya semata-mata karena Allah SWT., sehingga yang diperbuatnya
dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME.
Prinsip utama insan agamis dalam berbagai aspek dan lingkungan
kehidupan adalah bahwa umat beragama yang baik selalu taat kepada
Tuhannya, Rasulnya, dan taat kepada perintah, sepanjang pemerintah tidak
menjerumuskan rakyat kedalam kemaksiatan dan kezoliman.

E. Bahaya dan kerugian penyimpangan terhadap kehidupan


·         Kehidupan Keagamaan
 
Beberapa bentuk penyimpangan terhadap kehidupan keagamaan yang
harus dihindari, antara lain sebagai berikut :

a. Sinkretisme (paham yang hendak mencampur adukkan segala ajaran
agama menjadi satu dan menyatakan semua ajaran agama adalah
sama).
b. Indeferentisme (paham yang menganggap bahwa semua agama sama,
semua baik dan semua menuju Tuhan).
c. Dangkalnya pengertian dan kesadaran beragama.
d. Fanatisme sempit
e. Ekstramisme, yaitu paham yang berusaha menggantikan dan
menggulingkan pemerintahan yang sah, melalui cara yang
inkonstritusional seperti ekstrem kanan (berhaluan agama) ektrem kiri
(berhaluan ideologi).
f. Pelecehan atau menjelek-jelekkan agama dan kepercayaan orang lain.

2. Kehidupan Sosial
Beberapa bentuk penyimpangan terhadap kehidupan sosial, antara lain :
a. Perilaku egoisme
b. Main hakim sendiri
c. Senang menggunakan kekerasan
d. Merasa lebih dan paling hebat


·         Kehidupan Kenegaraan
 Beberapa bentuk penyimpangan terhadap kehidupan kenegaraan, antara
lain :
a. Sifat Individualisme
b. Fanatisme partai politik
c. Pemberontakan dan ekstremisme, baik yang bersifat kedaerahan,
kesukuan, maupun bersifat keagamaan ideologi politik.


·         Tantangan dan Hambatan dalam membina kerukunan
 
Beberapa tantangan dan hambatan dalam membina kerukunan perlu
diwaspadai dan ditanggulangi sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan agar
tidak berkembang menjadi masalah yang mengoyakkan persatuan dan
kesatuan. Tantangan dan hambatan tersebut antara lain :
1. Keterbatasan komunikasi antara pemerintah dengan rakyat di daerah
pedalaman atau terpencil.
2. Keanekaragaman kepentingan dan budaya serta rasa kesukuan yang
kadang muncul kepermukaan.
3. Kerawanan SARA dalam masyarakat negara kita yang kadang
dimanfaatkan oleh kelompok tertentu.
4. Berbagai ketimpangan dan kesenjangan terutama sosial ekonomi dan pola
hidup yang mewah.
5. Kemajuan IPTEK dan pola komunikasi terbuka yang dimanfaatkan untuk
merusak moral, tata nilai budaya, serta jati diri bangsa Indonesia.


Tantangan dan hambatan tersebut perlu segera di antisipasi jauh-jauh
agar tidak menabur ancaman bagi kerukunan hidup bangsa Indonesia. Oleh
karena itu upaya yang harus dilakukan antara lain :
1. Pengamalan nilai-nilai iman dan taqwa.
2. Perilaku yang sesuai dan sejalan dengan tata nilai dan norma.
3. Meningkatkan persahabatan dan komunikasi yang baik.
4. Menjalin solidaritas.

Dengan demikian, harapan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
aman, tentram, rukun, dan damai dapat terwujud.














sumber :