Pages

Minggu, 08 Maret 2015

MEA bakal dihadapi Indonesia





Asean Economi Community atau (MEA) bakal dihadapi Indonesia 2015. Konsekuensi dari kesepakatan itu membuka lebar pasar ekonomi di kawasan regional Asean karenanya, jika ingin terlibat dan diperhitungkan, Indonesia harus berbenah. Semua sector industry harus dilengkapi kemampuan untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN lainya.
Tujuan yang ingin dicapai melalui MEA, adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas. Dalam penerapanya pada 2015, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil).

Ke-12 sektor terampil itu adalah untuk perawatan kesehatan (health care)turisme (toursm) jasa logistic (logistic services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport) produk berbasis agro (agrobased products) barang-barang electronic (electronics) perikanan (fisheris) produk berbasis karet (rubber based products) tetkil dan pakaian (textiles and appareles) otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu (wood based products).

Peluang Indonesia untuk bersaing di pasar bebas Asean 2015 nanti, sebenarnya cukup besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung seperti peringkat Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia dalam besaran skala ekonomi dengan 108 juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini merupakan kelompok menengah yang sedang tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk).

Kemudian perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya Indonesia sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indicator yang harus dicapai dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang akan dimulai 2015 itu.

Dan awal September lalu diterbitkan juga inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengembangan sector industry, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Sebut saja upaya pengembangan industry perbankan yang masuk dalam 10 pengembangan industry yang harus diantar kegerbang pasar bebas dengan semua keunggulanya .
Menjelang beberapa bulan penerapan MEA, semua sector memang harus dihadapi, siap tidak siap.industri perbankan di Indonesia tan hanya harus menjadi tuan rumah di negara sendiri, tapi juga memperlebar ekspansinya kenegara ASEAN lainya. Dan, para pengambil kebijakan sudah sewajarnya mendorong kalangan perbankan nasional menyiapkan SDM, memperkuat modal didalam rangka penerapan Basel III dan membangun sistem teknologi yang yang terintegratif.

Saya kira, sektor perbankan Indonesia harus siap untuk itu. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu merancang peta jalan atau roadmapperbankan Indonesia. Adapun pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat berupa arah yang lebih jelas dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna memperbesar Size suatu bank, baik secara alami maupun secara market driven. Perbankan nasional, khususnya bank BUMN juga harus berperan aktif mengantisipasi pemberlakuan MEA 2015.
Era bebas pasar ini, dipastikan akan membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar semakin lebar. Karenanya, pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan ekonomi global. Dengan demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan pandang dalam melihat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan kesamaan pandang regional itu, diharapkan perbankan Indonesia akan dapat menyelesaikan planning (rencana), strategi, sasaran yang tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Jika ingin terlibat aktif dan tidak terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good corporate government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu perbankan nasional juga perlu mengajak stake holder, seperti perhimpunan bank-bank nasional (PERBANAS)dan institute bangkir Indonesia (IBI) untuk menstimulasi semakin baiknya GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi ASEAN.

Bagaimanapun beratnya tanatangan industry perbankan regional, upaya mendorong efisiensi sector perbankan yang berdaya saing tinggi harus terus dilakukan. Hingga kini perbankan di Indonesia masih dinilai boros di di biaya operasional. Audit terhadap tingkat efisiensi bank terutama bank BUMN yang memimpin pasar di Industri keuangan nasional ini, juga menjadi indicator keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)nya. Semakin rendah maka kekuatan daya saingnya akan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin tinggi efektivitas perbankan, semakin kuat juga perbankan nasional untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, sehingga akan menambah kuat kemampuan diri dalam menyongsong era pasar bebas ASEAN . kompetisi bisnis perbankan sangat ketat. Tidak hanya di industry domestic, industry perbankan rfegional dan global jauh lebih menantang. Perbankan di regional ASEAN memilki tingkat kesehatan yang sangat tinggi.

Dari sisi efisiensi, tingkat prudentialnya, Indonesia masih jauh lebih rendah disbanding negara ASEAN lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan kemampuan perbankan dilingkup regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa mengejar ketinggalanya mulai dari sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga kemampuan berekspansi. Meskipun saat ini sudah ada perbankan nasional yang beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan dengan jumlah bank asing (dari sama negara ASEAN lain) .

Untuk itu pemerintah yang baru nanti harus bisa menyeimbankan kedudukan industry perbankan nasional dengan perbankan regional dikawasan ini. dasr prinsip perbankan yang mengacu aturan terkini dalam basel III sudah menjadi konsekuensi untuk diikuti semua industry perbankan global. Dan, aturan itu harus sudah di adaptasi untuk bisa ikut berkecimpung di kancah pasar global.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar