Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha
meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan
individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian.
Alasan akan pentingnya pengembangan Organisasi
Perubahan adalah pertanda kehidupan
Perubahan memberikan harapan
Pengembangan merupakan tanggapan atas perubahan
Pengembangan merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan hal
baru
Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, perkembangan dunia
disibukkan oleh adanya proses pencarian keadilan lebih lanjut. Salah seorang
pemikir yang menelurkan pemikiran mengenai pencarian keadilan adalah Karl Marx.
Marx melahirkan sebuah doktrin Marxisme yang ingin menciptakan suatu masyarakat
tanpa kelas. Dasar pemikirannya adalah untuk menciptakan suatu keadaan yang
lebih adil dimana kelas-kelas yang sebelumnya diisi oleh pertentangan
terutamanya antara kelas borjuis dan kelas proletar bisa dihilangkan dengan
menciptakan suatu kondisi tanpa kelas. Pandangan inilah yang mengilhami banyak
pemikir di kalangan negara-negara Dunia Ketiga (Asia, Afrika, dan Amerika
Latin) mengenai kesenjangan yang mereka hadapi dengan negara-negara bekas
penjajah mereka.
Untuk itu, walaupun tidak semua pemikir Dunia Ketiga setuju
untuk mengilhami pemikiran Marx, pemikir ini sebenarnya tetap menggunakan core
dari pemikiran Marx. Untuk lebih memperjelas pendalaman mereka terhadap
bentuk-bentuk ketidakadilan, mereka melihatnya dalam hubungan-hubungan langsung
antarnegara yang banyak terangkum dalam hubungan-hubungan di dalam organisasi
internasional. Ketergantungan merupakan salah satu bentuk yang dianggap oleh
banyak pemikir sebagai sumber dari ketidakadilan, dan oleh karenanya dalam
menganalisis hal ini, Yosh Tandon (1978:377) mengemukakan dua perspektif
berbeda dari negara-negara Dunia Ketiga mengenai pentingnya organisasi
internasional. Pertama, kaum revolutionaries, yaitu negara-negara yang
menganggap hubungan yang terjalin dalam organisasi internasional adalah bentuk
penjajahan murni, bentuk pengemukakan ketidakadilan yang nyata, sehingga mereka
cenderung untuk tidak terlibat langsung dalam organisasi internasional.
Dicontohkan dalam hal ini, Palestinian Liberation Organization (PLO) yang
ternyata malah menjadi tergantung kepada Liga Arab bagi sumber finansialnya
daripada untuk memandirikan mereka, dan inilah yang sering dikemukakan oleh
negara-negara revolutionaries seperti Cina dan Vietnam yang tidak ingin
terlibat dalam organisasi internasional sampai mereka menjadi negara kuat
terlebih dahulu. Kedua, kaum reformism yang memandang penggunaan organisasi
internasional justru akan mengurangi ketergantungan mereka, terutama terhadap
negara-negara maju. Munculnya pemikiran semacam pemikiran Marx di negara-negara
Dunia Ketiga juga tidak terlepas dari penelitian-penelitian mereka mengenai
dependencia dan developmentalist. Seperti yang kita ketahui bersama,
negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara bekas jajahan yang dapat dikatakan
harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan sistem internasional saat
itu. Ketertinggalan menyebabkan negara-negara Dunia Ketiga amat membutuhkan
pembangunan dan kerjasama yang banyak dituangkan di organisasi internasional.
Padahal, sistem internasional yang ada pada saat itu banyak melahirkan bentuk-bentuk
penjajahan baru dengan lebih banyak mengorbankan negara-negara Dunia Ketiga.
Inilah yang kemudian menimbulkan pemikiran mencari bagaimana bentuk kerjasama
internasional yang lebih adil di dalam negara-negara Dunia Ketiga itu sendiri.
Dalam perkembangannya, dunia internasional ternyata
membutuhkan lebih lanjut sosok pemikiran mengenai kerjasama internasional yang
mampu mengatasi persoalan yang lebih rumit dan luas. Kita mungkin banyak
menyadari bahwa kita ternyata hidup di dunia yang satu, dunia yang sama.
Permasalahan-permasalahan yang ada bukanlah lagi merupakan permasalahan lokal,
permasalahan negara itu saja. Namun, permasalahan yang ada adalah permasalahan
bersama, permasalahan global, seperti Richard Sterling contohkan yaitu
permasalahan nuklir, ledakan penduduk, polusi udara, revolusi komunikasi,
kemakmuran bersama, dan kemiskinan global. Untuk itu pula, kita juga
membutuhkan solusi global dan pada saat yang bersamaan, munculah pandangan baru
bernama Globalist.
Pandangan Globalis adalah memandang permasalahan yang ada
dari sudut pandang dunia. Pandangan ini, tidak seperti Fungsionalis ataupun
Marxist, memandang segala sesuatunya dari dunia, tempat dimana seluruh bagian
dari sistem itu bekerja. Penekanan lebih lanjutnya adalah tercermin dalam berbagai
organisasi internasional yang memperjuangkan paham ini, yaitu untuk
mempertahankan keberlangsungan dunia, termasuk di dalamnya makhluk hidup yang
menghuninya terutama manusia, dengan berbagai fungsi-fungsi bagiannya yang
lebih luas dan lebih efisien. Pemikir lainnya, John Burton mengatakan bahwa
jika memasukkan terminologi masyarakat dunia dalam hubungan internasional yang
ada selama ini, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih luas, dimana di
dalamnya akan terdapat banyak solusi untuk permasalahan peradaban manusia yang
tentunya juga masih sangat relevan dengan kepentingan nasional masing-masing
negara. Sterling kemudian menyarankan untuk membentuk suatu institusi semacam
organisasi internasional yang dikemas dalam perspektif global yang nantinya
akan banyak memberikan jawaban-jawaban terhadap permasalahan global. Barbara
Ward dan Rene Dubos dalam bukunya Only One Earth: The Care and Maintenance of a
Small Planet pun juga mengatakan pentingnya pemecahan masalah bersama secara
global yang harus dilakukan segera karena permasalahan itu terlihat sangat
kompleks dan mengancam kedudukan kita sebagai umat manusia daripada hanya
membahas masalah dari aspek kedaulatan negara semata, dan akan lebih baik lagi
jika justru pemerintah dari masing-masing negara mendiskusikan permasalahan ini
secara bersama, mungkin melalui semacam organisasi internasional.
Seperti yang dikemukakan di atas, ketidakadilan telah
mengemuka di pergulatan dunia sejak dahulu kala. Seiring dengan berkembangnya
jaman, semakin banyak pemikir yang memberikan solusi bagi penyelesaian masalah
ketidakadilan tersebut. Pemikir yang mulai menampakkan inti dari ketidakadilan
tersebut mungkin saja dimulai dari pemikiran seseorang bernama Karl Marx dengan
langsung menyinggung permasalahan antarkelas, bukan lagi antaraktor yang
terlalu luas seperti antara individu dan negara, walaupun Marx pernah mengakui
bahwa pemikirannya bukanlah berasal dari dirinya seorang. Dalam hubungan
internasional, banyak sekali dijumpai ketimpangan, dan dalam ekspresi lebih
lanjut mengenai hubungan internasional yang dituangkan dalam organisasi
internasional, maka pemikiran Marx juga masih relevan untuk digunakan. Marx
adalah sosok yang ingin menciptakan suatu kondisi tanpa kelas, sehingga
pemikirannya juga dapat disebut sebagai pemikiran Strukturalis karena kondisi
tanpa kelas merupaka struktur yang ingin diciptakan oleh Marx.
Samuel P. Huntington dalam bukunya mengatakan bahwa Perang
Dingin membawa tatanan dunia internasional ke dalam tatanan yang lebih teratur
dimana hanya terdapat dua ideologi besar yang menguasai dunia pada saat itu.
Pada saat itu, sisi pertama diwakili Barat dengan ideologi liberal dan Soviet
dengan ideologi komunisnya dimana negara-negara yang menjadi center dari kedua
ideologi tersebut dianggap sebagai negara inti. Selain negara inti, terdapat
pula negara-negara tepi yang merupakan tarikan dari negara-negara inti
tersebut. Sistem dualisme ini belum begitu kentara memperlihatkan kesenjangan
yang ada pada saat itu, walaupun pasti tetap saja terdapat ketimpangan itu.
Setelah Soviet ambruk, dan dengan ambruknya Soviet yang membuktikan kerapuhan
tatanan internasional pada saat itu karena selain tidak adil juga tidak mampu
memberikan kemakmuran, mulai bermunculan negara-negara kuat baru dengan
core-pheriperal-nya sendiri, maka tatanan internasional dunia semakin menjadi
lebih kompleks dan heterogen. Dapat kita lihat sekarang, di dalam sebuah
organisasi internasional terbesar, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terjadi
begitu hebat tarik-menarik kepentingan antarnegara dan mungkin saja menyebabkan
PBB mulai tidak dapat lagi menjalankan perannya sebagai penjaga perdamaian.
Dalam judul yang berbeda, namun masih dalam satu buku ciptaannya, Huntington
juga menyinggung adanya universalism Barat yang berusaha untuk menyebarkan
doktrin ajarannya, paling tidak di dua peradaban besar lainnya, Islam dan Cina,
seperti doktrin mengenai pasar bebas, pemerintahan yang terbatas, menjunjung
tinggi hak asasi manusia, individualisme, peran hukum, dan pengejewantahan itu
sema dalam institusi. Ini bisa saja menyebabkan terjadinya crash peradaban yang
akan semakin memperburuk hubungan internasional dan mungkin akan menyebabkan
terjadinya perang selanjutnya yang dibahas dalam judul lainnya oleh Huntington
dalam bukunya yang sama.
Untuk sementara kita meninggalkan pemikiran Huntington, dan
melesat jauh menuju kekeadaan dunia sekarang yang bergerak lebih cepat akibat
adanya globalisasi. Dalam artikelnya, Robert O. Koohare dan Joseph S. Nye, Jr.
merumuskan bahwa para modernis berkata perkembangan informasi akan mengubah
dominasi negara dalam politik dunia sejak jaman feodal ke aktor internasional
lainnya seperti multinasional corporation ataupun transnational social
movements ataupun organisasi internasional dikarenakan masyarakat suatu tempat
menjadi lebih mudah dalam berintegrasi dengan masyarakat di daerah lain dan
cepat dalam mengetahui suatu informasi sehingga dapat dikatakan kita sedang
berada dalam suatu tempat dengan jarak yang teramat dekat atau disebut global
village. Hal ini akan memberikan dampak dalam tatanan internasional dimana
hubungan tidak lagi didominasi oleh aktor negara saja dan mungkin saja akan
membentuk suatu tatanan masyarakat global yang menurut Chris Brown berarti
suatu masyarakat yang memiliki common interest dan common identity untuk
menciptakan kesejahteraan bersama, solidaritas, dan hubungan yang baik yang
melingkupi semua umat manusia. Untuk itu semua, dibutuhkan suatu wadah yang
dapat digunakan secara bersama. Untuk yang satu ini, kembali dalam pemikirannya
Koogare dan Nye, terdapat suatu pemikiran tradisionalis yang menganggap bahwa
peran negara masih sangat dibutuhkan walaupun peran aktor internasional lainnya
memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi wadah terbentuknya suatu
masyarakat global karena ternyata negara masih menjadi faktor pendorong
penting. Dapat dilihat dalam perkembangan era globalisasi sekarang, walaupun
sebagai contoh, pengguna internet di seluruh dunia mengalami peningkatan cukup
tajam hingga mencapai sekitar satu milyar orang pada tahun 2005, pengguna
internet ternyata masih hanya mencapai seperenam dari total seluruh penduduk
dunia, terlebih lagi jika kita menggunakan indikator globalisasi lainnya
seperti pemakai telepon, dsb.
Salah satu organisasi internasional di kawasan yang cukup dekat
dengan Indonesia adalah Association of South East Asian Nations atau ASEAN.
ASEAN selama ini dikenal sebagai suatu organisasi yang dekat dengan penciptaan
ide nsuatu masyarakat global di kawasan. Untuk itu, melalui sebuah buku
karangan Rudolfo C. Severino,7 kita dapat melihat tujuan dari pembentukkan
ASEAN untuk memperkuat kerjasama regional di bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya yang dapat lebih memperkuat ketahanan nasional masing-masing negara
anggota sehungga akhirnya dapat memberikan dampak positif bagi ketahanan
regional.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar